GURU DAN KESULITAN BELAJAR SISWA
Makalah
Mata Kuliah : profesi keguruan
Dosen Pengampu : Drs.Thoifuri,M.Ag
Disusun Oleh :
Ahmad Muslim : 1310110573
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH/ PBA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru dewasa ini berkembang sesuai dengan fungsinya, membina untuk
mencapai tujuan pendidikan. Lebih-lebih dalam sistem sekolah sekarang ini,
masalah pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan tenaga pengajar perlu mendapat
perhatian yang serius. Bagaimanapun baiknya kurikulum, administrasi, dan
fasilitas perlengkapan, kalau tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas
guru-gurunya tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Guru sangat
berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untukk mewujudkan tujuan hidupnya
secara optimal.
Salah satu tugas yang
harus dilaksanakan oleh guru di sekolah adalah memberikan pelayanan kepada para
siswa agar mereka menjadi siswa atau anak didik yang selaras dengan tujuan
sekolah. Melalui bidang pendidikan, guru mempengaruhi aspek kehidupan, baik
sosial, budaya maupun ekonomi. Dalam keseluruhan proses pendidikan, guru
merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik.
Pada masa sekarang ini banyak
sekali anak-anak mengalami kesulitan dalam belajar. Hal tersebut tidak hanya
dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan kurang saja. Hal tersebut juga
dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu, siswa yang
berkemampuan rata-rata juga mengalami kesulitan dalam belajar. Sedang yang
namanya kesulitan belajar itu merupakan kondisi proses belajar yang ditandai
oleg hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai kesuksesan.
Kesulitan belajar ini tidak
selalu disebabkan oleh faktor intelegensi yang rendah (kelainan mental) akan
tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demikian, IQ
yang tinggi belum tentu mendapat jaminan keberhasilan belajar.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa kompetensi guru dalam pembelajaran?
2. Apa peran guru dalam pembelajaran?
3.
Apa pengertian
kesulitan belajar?
4.
Apa sajakah
faktor-faktor kesulitan belajar?
5.
Bagaimanakah diagnosis
kesulitan belajar?
6.
Apa sajakah jenis-jenis
kesulitan belajar?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kompetensi
Guru dalam Pembelajaran
Adapun
kompetensi guru yaitu kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi guru
berkaitan dengan profesionalisme yaitu, guru yang profesional adalah guru yang
kompeten (berkemampuan), karena itu kompetensi profesionalisme guru dapat
diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi
keguruannya dengan kemampuan tinggi. Dengan kata lain kompetensi adalah
pemilikan, penguasaan, ketrampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan
seseorang.
Jadi
kompetensi profesional guru adalah merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan
sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang pemahaman tentang
pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar. Pada
umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki guru dengan kompetensi profesional
akan menerapkan “pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan cara
mengajar dimana guru hanya berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan. Sedangkan
menurut Depdikbud kompetensi yang harus dimiliki seorang guru adalah :[1]
1.
Kompetensi
Profesional, guru harus
memiliki pengetahuan yang luas dari subjectmatter ( bidang studi)
yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi dalam arti memiliki konsep
teoritis mampu memilih metode dalam proses belajar mengajar.
2.
Kompetensi
Personal, artinya sikap kepribadian yang
mantap sehingga mampu menjadi sumbr intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini
berarti memiliki kepribadian yang pantas diteladani, mampu melaksanakan
kepemimpinan seperti yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara, yaitu “Ing Ngarsa
Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa. Tut Wuri Handayani”
3.
Kompetensi
Sosial, artinya guru harus mampu
menunjukkan dan berinteraksi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan
sesama guru dan kepala sekolah, bahkan dengan masyarakat luas.
4.
Kompetensi
untuk melakukan pelajaran yang sebaik-baiknya yang berarti mengutamakan
nilai-nilai sosial dari nilai material.
2. Peran Guru
Guru sebagai pelaku utama
dalam penerapan program pendidikan di sekolah memiliki peran yang sangat
penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.[2]Dalam
proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan
memberi fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan. Guru
mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas
untuk membantu proses perkembangan anak. Pendidik adalah orang yang mengajar
dan membantu siswa dalam memecahkan masalah pendidikannya. Sedangkan menurut
kajian Islam, menurut Imam al-Ghazali
guru/pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan,
segala potensi yang ada pada peserta didik. Serta membersihkan hati peserta
didik agar bisa dekat dan berhubungan dengan Allah SWT.[3]
Pendidik di indonesia sendiri lebih dikenal
dengan istilah pengajar, adalah tenaga kependidian yang berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan dengan tugas khusus sebagi profesi pendidik.
pendidik adalah orang-orang yang dalam melaksanakan tugasnya akan berhadapan
dan Perinteraksi langsung dengan para peserta didiknya dalam suatu proses yang
sistematis, terencana, dan bertujuan. Menurut Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs.
Widodo Supriyono, peran guru dalam proses belajar berpust pada :
1.
Mendidik anak dengan memberikan pengarahan dan motivasi untuk mencapai tujuan,
baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang;
2.
Memberi fasilitas, media, pengalaman belajar yang memadai;
3. Membantu mengembangkan aspek-aspek
kepribadian siswa, seperti sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian diri.[4]
3. Peran Guru dalam Pembelajaran
Perkembangan baru terhadap pandangan
belajar mengajar membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranan dan
kompetensinya karena proses belajar- mengajar dan hasil belajar siswa sebagian
besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan
lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu
mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal.
Posisi
dan peran guru yang dikaitkan dengan konsep pendidikan berbasis lingkungan
dalam proses pembelajaran dimana guru harus menempatkan diri sebagai :
a.
Pemimpin belajar, dalam arti guru sebagai perencana, pengorganisasi pelaksana,
dan pengontrol kegiatan belajar peserta didik.
b.
Fasilitator belajar, guru sebagai pemberi kemudahan kepada peserta didik dalam
melakukan kegiatan belajarnya melalui upaya dalam berbagai bentuk.
c.
Moderator belajar, guru sebgai pengatur arus kegiatan belajar peserta didik,.
Selain itu guru bersama peserta didik harus menarik kesimpulan atau jawaban
masalah sebagai hasil belajar peserta didik,atas dasar semua pendapat yang
telah dibahas dan diajukan peserta didik.
d.
Motivator belajar, guru sebagai pendorong peserta didik agar mau melakukan
kegiatan belajar. Sebagai motivator guru harus dapat menciptakan kondisi kelas
yang merangsang peserta untuk mau melakukan kegiatan belajar, baik individual
maupun kelompok.
e.
Evaluator belajar, guru sebagai penilai yang objektif dan komprehensif.
Sebagai evaluator guru berkewajiban mengawasi, memantau proses pembelajaran
peserta didik dan hasil belajar yang dicapainya. Guru juga berkewajiban
melakukan upaya perbaikan proses belajar peserta didik, menunjukkan kelemahan
dan cara memperbaikinya, baik secara
individual, kelompok, maupun secara klasikal.[5]
4. Pengertian
Kesulitan Belajar
Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh
peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan.
Namun, dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki
perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang
keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok
antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Sementara
itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya
ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang
berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang itu terabaikan. Dengan
demikian, siswa-siswa yang berkategori “di luar rata-rata” itu (sangat pintar
dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang
sesuai dengan kapasitasnya.[6]
Kesulitan belajar
adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas
rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang
berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa,
memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi
sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement
tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan
sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik
(spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan
masalah emosional.[7]
5. Faktor-faktor Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya
tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun,
kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku
(misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik
teman, berkelahi, sering tidak masuk kuliah, dan sering minggat dari
sekolah.Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar
terdiri atas dua macam :
1. Faktor
intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam siswa
sendiri.
Kedua faktor ini meliputi aneka
ragam hal dan keadaan yang antara lain tersebut dibawah ini.
1.
Faktor
intern siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau
ketidakmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
1. Yang
bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi siswa;
2. Yang
bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
3. Yang
bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat
indera penglihatan dan pendengar (mata dan telinga)
a. Fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak
yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga
proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain
sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat
kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran,
kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius)
seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
b. Psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai
hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar.
Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan,
ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini
adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110
– 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran
dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya
tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu
tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60
tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu,
maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau
anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi
kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.[9]
2. Faktor
ektern siswa
Faktor ektern siswa meliputi semua situasi dan kondisi
lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Dari
lingkungannya dibagi menjadi 3 macam:.
1. Lingkungan
keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan
rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2. Lingkungan
perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan
teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3. Lingkungan
sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung yang buruk seperti dekat pasar,
kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
6. Diagnosis Kesulitan Belajar
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah
kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan terlebih dahulu melakukan
identifikasi (upaya mengenal gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang
menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut.
Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit”
yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Dalam
melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas
langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan
belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai
“diagnostik” kesulitan belajar.[10]
7. Jenis
Kesulitan Belajar
Jenis kesulitan
belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut:
Dilihat dari jenis kesulitan belajar: ada yang berat ada yang sedang. Dilihat
dari bidang studi yang dipelajari: ada yang sebagian bidang studi yang
dipelajari, dan ada yang keseluruhan bidang studi. Dilihat dari sifat
kesulitannya: ada yang sifatnya permanen / menetap, dan ada yang sifatnya hanya
sementara. Dilihat dari segi factor penyebabnya: ada yang Karena factor
intelligensi, dan ada yang karena factor bukan intelligensi.Dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa
yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara
lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit
pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar
siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil
belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a)
learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow
learner, dan (e) learning diasbilities.
1.
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah
keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang
bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya
tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya
respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih
rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan
olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami
kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.
Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses
belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya
siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat
dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki
postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley,
namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat
menguasai dengan baik.
3.
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya
memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi
prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites
kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ =
130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau rendah.
4.
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang
lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.
5.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar
mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar,
sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya. [11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peranan
guru akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan
dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa (yang terutama), sesama guru,
maupun mengajar, dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya. Sebab baik
disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak
dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan
siswanya.
Kesulitan dalam
pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh para
pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan terapi terhadap
permasalahan kesulitan belajar maka dapat ditempuh melalui media klinik
pembelajaran. Pembelajaran merupakan wadah bagi guru untuk melakukan
serangkaian upaya yaitu kegiatan refleksi, penemuan masalah, pemecahan masalah
melalui beragam strategi untuk meningkatkan ketrampilan dalam mengelola
pembelajaran. Strategi utama yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas.
Karena Pembelajaran
merupakan milik bersama para guru, maka tempat ini dapat digunakan dengan bebas
untuk berdiskusi, melakukan refleksi atau merenung tentang proses pembelajaran
yang telah dijalani, bersimulasi, misalnya bagaimana cara mengajarkan suatu
konsep dengan menyenangkan, dan membuat catatan bersama-sama dengan teman
sejawat. Dalam Pembelajaran, para supervisor akan membantu dalam melakukan
berbagai kegiatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta
: Rineka Cipta, 1991
Asrori, Mohammad, M. Pd. Psikologi Pembelajaran.
Bandung. CV Wacana Prima. Cet. II, 2008
Moh Uzer Usman,
Menjadi Guru Profesional,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011
Purwanto, Ngalim, MP.
Psikologi Pendidikan.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2010 Sholihin,
Muchlis. M. Ag. Buku Ajar Psikologi Belajar PAI. STAIN Pamekasan Press.
2006
Syah, Muhibbin. M.
Ed. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2005
Syamsu Yusuf & Nani Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik,Jakarta
: Rajawali Press, 2012
[1] Moh Uzer
Usman, Menjadi Guru Profesional,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011, hal.4
[2]
Syamsu Yusuf
& Nani Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik,(Jakarta : Rajawali
Press, 2012)., hal . 139
[3]
Abu Ahmadi
& Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta,
1991), hal : 98-99
[5]
Moh Uzer Usman,
Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 9
[7] Asrori,
Mohammad, M. Pd. Psikologi Pembelajaran. Bandung. CV Wacana Prima. Cet.
II, 2008. Hal.23
[10] Syah,
Muhibbin. M. Ed. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT. Remaja
Rosdakarya.Bandung. 2005,hal.42
[11]
Purwanto,Ngalim.Op.cit.,hal.58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar