Rabu, 31 Agustus 2016

mengenal imam bukhari



MENGENAL IMAM BUKHARI


Imam Al-Bukhari adalah merupakan tokoh central dalam bidang periwayatan hadits yang telah berjasa bagi ummat Islam khususnya melakukan klasifikasi mana hadits yang shahih dan mana hadits yang dhaif. Perkerjaan yang dilakukan oleh Imam Bukhari ini hampir tidak dapat lagi dilakukan oleh sarjana-sarjana muslim, kecuali hanya sekedar mengeritik apa yang telah dilakukan oleh Imam Bukhari. Penulis beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh Imam Bukhari adalah merupakan puncak kajian yang dilakukan oleh sarjana muslim dan sangat tepat apabila Kitab haditsnya ditempatkan satu tingkat di bawah Al-Qur’an.
Al-Bukhari adalah seorang ahli hadits yang nama lengkapnya Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ja’fi. Menurut catatan sejarah, Bardizbah adalah pemeluk Majusi, sementara al-Mughirah telah memeluk Islam setelah mendapatkan bimbingan dari gurunya yang bernama al-Yaman al-Ja’fi yang sekaligus seorang Gubernur di Bukhara. Karena jasa al-Yaman al-Ja’fi terhadap al-Mughirah, maka di belakang nama al-Mughirah kemudian dilekatkan nama al-Ja’fi sebagai akibat hubungan Wala’.
Al-Bukhari lahir pada hari Jumat tanggal 13 Syawwal 194 H di Bukhara. Ayahnya, Ismail, adalah seorang ulama hadits yang pernah belajar hadits dari sejumlah ulama terkenal seperti Malik bin Anas, Hammad bin Zaid, dan Ibnu Al-Mubarak. Namun ayahnya tersebut meninggal dunia ketika Bukhari masih dalam usia sangat muda. Diceritakan bahwa ayah al-Bukhari yang bernama Ismail, di samping sebagai seorang yang berilmu tinggi, dia juga seorang yang Wara (menghindarkan diri dari hal-hal yang bersifat syubhat atau tidak jelas mengenai halal dan haramnya) dan Taqwa. Pada suatu saat sebelum ajal menjemputnya, dia pernah mengatakan, dalam harta yang dimilikinya tiada sedikitpun yang berbau syubhat apalagi haram.
Melihat latar belakang keluarganya yang demikian wara dan taqwa maka sangat wajar apabila Bukhari kecil mewarisi sifat-sifat terpuji dan memiliki kekuatan-kekuatan istimewa yang tidak dimiliki anak-anak seusianya. Diceritakan di saat usianya belum mencapai sepuluh tahun, Bukhari kecil telah memulai belajar hadits, sehingga tidak mengherankan apabila pada usia kurang lebih 16 tahun telah berhasil menghafal matan sekaligus rawi dari berbagai buah kitab karangan Ibnu Mubarak dan Waqi’
.
Bakat dan Kecerdasan Al-Bukhari
Kecerdasan al-Bukhari sebenarnya telah tampak semenjak dia masih kecil. Sebelum dia genap berusia sepuluh tahun dia telah banyak menghafal hadits. Bakatnya dalam bidang ilmu hadits semakin tampak setelah dia berumur sepuluh tahun. Muhammad Bin Abi Hatim menyatakan bahwa dia pernah mendengar Bukhari menceritakan bahwa dia memndapatkan ilham untuk mampu menghafal hadits. Ketika ditanya sejak usia berapa dia memperoleh ilham tersebut, dijawab oleh Bukhari sekitar berumur sepuluh tahun atau bahkan kurang dari itu. Bukhari bukan hanya mempelajari dan menghafal hadits-haditsnya saja, akan tetapi dia juga menghafal biografi perawi-perawi hadits yang terlibat dalam periwayatannya, mulai dari tanggal dan tempat lahir mereka, juga tanggal dan tempat mereka meninggal dunia, dan sebagainya.
Ketajaman dan kecerdasan otaknya juga tercermin dalam perkataannya, ‘saya hafal hadits di luar kepala sebanyak seratus ribu hadits shahih dan dua ratus ribu hadits lain yang tidak shahih. Pernyataan ini cukup terkenal dan menjadi catatan para penulis biografinya. Akan tetapi maksud sesungguhnya dari perkataannya tersebut bukan dalam hal banyaknya jumlah hadits yang berbeda-beda, melainkan banyak dalam arti sanad atau jalannya. Hal ini disebabkan kadang-kadang satu hadits ditemukan sejumlah jalan atau sanad.
Selain ucapannya itu al-Bukhari membuktikan dirinya sebagai orang yang cerdas dan mempunyai daya ingat yang luar biasa. Kisah tersebut diawali ketika al-Bukhari berkunjung ke Baghdad. Pada saat itu para ulama di sana sepakat menguji kemampuannya. Mereka mengambil seratus buah hadits, kemudian sanad dan matannya saling ditukar agar menjadi kacau. Ada sepuluh ulama yang siap menguji dengan masing-masing memberikan pertanyaan sepuluh hadits yang telah dijungkirbalikkan tersebut. Ujicobapun dilaksanakan dan mulailah ulama pertama dengan menanyakan satu persatu hadits dengan sanad dan matannya yang dikacaukan sampai sepuluh hadits selesai. Dalm hal ini al-Bukhari hanya memberikan jawaban, ‘Saya tidak tahu hadits yang anda kemukakan ini’. Begitu seterusnya setiap ulama selesai meemberikan pertanyaan, jawaban al-Bukhari tidak berubah, hingga seluruh ulama selesai menyampaikan pertanyaan.
Tentu saja kondisi ini menimbulkan spekulasi di antara para hadirin dan juga para ulama yang menguji tersebut. Sebagian di antara mereka mengira bahwa al-Bukhari tidak mungkin dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, namun sebagian di antara mereka ada yang berpendapat bahwa al-Bukhari yang dikenal sebagai orang cerdas tersebut akan dengan mudah menjawabnya. Spekulasi pendapat tersebut tidak berlangsung lama, karena setelah seluruh ulama menyampaikan pertanyaannya,al-Bukhari dengan tenang dan cukup berwibawa menjawab satu persatu dengan urut sesuai pertanyaan yang diajukan. Al-Bukhari menjelaskan dengan gamblang mengenai posisi sanad dan matan yang benar secara berurutan. Setelah selesai mengutarakan jawabannya, para ulama dan semua yang hadir merasa kagum atas kecerdasan dan kekuatan hafalannya yang luar biasa.
Adapun yang paling mengagumkan dalam masalah ini bukanlah karena al-Bukhari mampu memberikan jawaban-jawaban yang mengagumkan, akan tetapi yang luar biasa itu adalah bagaimana al-Bukhari mampu menghafal hadits-hadits yang telah dijungkirbalikkan yang diajukan kepadanya itu, padahal baru kali itulah dia mendengarnya, namun dia tetap dapat menyebutkannya persis seperti yang diajukan kepadanya.
Guru dan Murid al-Bukhari
Perjalanan panjang al-Bukhari untuk memperkaya khazanah keilmuan hadits telah mengantarkannya untuk berguru kepada sekian banyak orang. Sejarah mencatat dalam pengembaraan keilmuannya, al-Bukhari telah berguru kepada 1.080 orang guru telah dia temui dan memberikan riwayat hadits kepadanya. Dalam al-Jami’ al-Shahih saja telah terabadikan 289 orang guru sebagai perawi hadits. Di antara para guru al-Bukhari yang terkenal adalah Ali Bin Al-Madini (w. 234 H/848 M), Ahmad Bin Hambal (164-241 H), Yahya Bin Ma’in (158-233 H) dan Ishaq Bin Rawayh (w. 238 H.)
Sementara itu murid-murid atau para ulama yang meriwayatkan hadits darinya secara hitungan tidak dapat dipastikan jumlahnya. Menurut suatu riwayat yang diambil oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani bahwa kitab al-Jami’ al-Shahih saja telah didengar oleh tidak kurang dari 90.000 orang. Namun beberapa nama dapat disebutkan di sini antara lain adalah al-Tirmizi (2098-279 H), Muslim Bin al-Hajjaj (206-261 H), Yahya Bin Muhammad Bin Sa’id al-Baghdadi, dan al-Nasa’i (215-303 H.).

Akhir Kehidupan al-Bukhari
Setelah mengalami hidup berpindah-pindah, penduduk Samarkand merasa terpanggil untuk mengundang al-Bukhari untuk tinggal dan menetap di sana dengan damai. Simpati masyarakat Samarkand tersebut ditolak secara halus oleh al-Bukhari, namun setelah beberapa kali diyakinkan dengan kesungguhan hati dan prospek yang cukup cerah bagi pengembangan ilmu, al-Bukhari akhirnya menyetujui permintaan mereka. Rupanya keinginan untuk memenuhi undangan masyarakat Samarkand tersebut tidak pernah kesampaian, sebab dalam perjalanannya menuju ke sana, al-Bukhari terkena penyakit di desa Khartand, sebuah desa kecil di luar Samarkand, kurang lebih 2 farsakh. Di desa itu al-Bukhari dirawat dan diobati oleh beberapa famili yang kebetulan ada dan menetap di desa itu. Upaya penyembuhan telah dilakukan secara maksimal, namun Allah SWT ternyata telah membuat keputusan. Karena itu tepat pada malam Idul Fitri tahun 256 H (31 Agustus 870 M), hari Sabtu , dalam usia 62 tahun kurang 13 hari, al-Bukhari mengaakhiri hidupnya dan menghadap Sang Khaliq Allah SWT.
Al-Bukhari dimakamkan selepas Shalat Dhuhur pada hari Idul Fitri itu juga dengan dikafani 3 helai kain, tanpa baju dalam dan tanpa surban, sesuai dengan pesannya sebelum wafat. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmatnya kepada Imam Hadits yang sangat tersohor dan mempunyai andil yang luar biasa besar terhadap pengklasifikasian hadits-hadits ini. Semoga Allah SWT menempatkannya di tempat yang mulia di sisiNya. Amien Ya Robbal alamien.

Karya-Karya al-Bukhari
Sebagai seorang ulama yang menghabiskan hidupnya untuk pengembangan dunia ilmu pengetahuan khususnya di bidang hadits, al-Bukhari telah menulis sekian puluh kitab yiatu : al-Jami’ al-Shahih; Adab al-Mufrad; al-Tarikh al-Shagir; al-Tarikh al-Ausath; al-Tarikh al-Kabir; al-Tafsir al-Kabir; al-Musnad al-Kabir; Kitab al-âIlal; Raf’ al-Yadayn Fi al-Sholat; Kitab Khalq Af’al al-‘Ibad; al-Jami’ al-Kabir; Musnad al-Kabir; Kitab al-Hibban; Kitab al-Wijdan; Kitab al-Mabsuth; Kitab al-Fawa’id; Birrul Walidain; Kitab al-Asyribah; al-Qiraâah Khalf al-Imam; Kitab al-Dhu’afa’; Asami al-shohabah; Kitab al-Kuna; dan lain-lain. Namun demikian dari sekian banyak-kitab-kitab karangannya itu yang paling terkenal adalah al-Jami’ al-Shahih yang nama lengkapnya adalah al-Jami’ al-Musnad al-Shahihal-Mukhtashar min Umur Rasul Allah Saw wa Sunanihi wa Ayyamih.
Selain itu juga disebutkan bahwa kitab ini adalah merupakan kitab yang paling shahih setelah al-Qurâan. Memang diakui bahwa sebelumnya Imam Syafi’i pernah menyatakan bahwa kitab yang paling shahih setelah al-Qur’an adalah Al-Muwaththa’ karya Imam Malik, namun ucapan itu sebelum adanya kitab al-Jami’ al-Shahih. Adapun kehebatan kitab ini adalah sebagai berikut :
1.    Persyaratan al-Bukhari dalam menyeleksi hadits-haditsnya, yang dinilai paling ketat dan memadai dibandingkan dengan yang lain, semisal dengan diharuskannya ada pertemuan antara guru dan murid dan tidak hanya cukup dengan semasa saja.
2.    Usaha ruhani yang dilakukan oleh al-Bukhari dalam rangka penyusunan al-Jami’ al-Shahih seperti selalu melakukan sholat istikharah, dan berwudhu’ serta shalat sunnah dua rakaat sebelum meletakkan hadits ke dalam al-Jami’ al-Shahih untuk memastikan bahwa hadits yang ditulisnya benar-benar datang dari Rasul.
3.    Bahwa seluruh hadits yang terdapat di dalam al-Jami’ al-Shahih merupakan seleksi yang ketat terhadap 600.000 hadits yang beredar pada saat itu, seperti pernyataan al-Bukhari sendiri, ‘Saya telah menyeleksi hadits-hadits dalam al-Jamiâ al-Shahih dari 600.000 hadits dan saya tidak memasukkan ke dalamnya kecuali hadits shahih, tetapi saya juga tidak memasukkan hadits-hadits shahih lain ke dalamnya.
4.    Di samping materinya yang bernilai shahih, al-Jami’ al-Shahih juga merupakan referensi yang diandalkan oleh ulama-ulama setelah al-Bukhari. Kandungan materinya juga dinilai para ulama sebagai ushul al-ahkam, karena memuat pernyataan-pernyataan hukum yang sangat dasar dan fundamental sifatnya.
Kriteria Keshahihan Hadits Menurut Al-Bukhari
Al-Bukhari dalam kitabnya tidak menginformasikan secara konkrit kriteria keshahihan sebuah hadits, namun menurut penelitian para ulama, sebuah hadits menurut Imam Al-Bukhari bila dalam persambungan sanad benar-benar ditandai dengan pertemuan langsung antara guru dan murid atau minimalnya ditandai dengan guru dan murid hidup pada satu masa. Hazami dan Maqdisi dua orang ulama kenamaan abad keenam hijriyah menyatakan bahwa kriteria hadits shahih menurut Imam Al-Bukhari disimpulkan bahwa ia hanya menuliskan hadits dari periwayatan kelompok periwayat tingkat pertama dan sedikit dari tingkat kedua yaitu yang memiliki sifat adil, kuat hafalan, teliti, jujur dan lama dalam berguru.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kriteria hadits shahih menurut Imam al-Bukhariu adalah : Dalam hal persambungan sanad ia menekankan adanya informasi positif tentang periwayatan bahwa mereka benar-benar bertemu atau minimal satu zaman dan dalam hal sifat atau tingkat keilmuan periwayat ia menekankan adanya kriteria paling tinggi.

DAFTAR BACAAN
Al-Qatthan, Manna’’ Khalil, Mabahits Fi Ulumil Qur’an, (ansyurat al-Asr al-Hadits, 1973).
Al-Sholih, Subhi, Ulumul Hadits wa Mushtholahuhu, (Beirut : Dar al-ilm li al-Malayin, 1973).
Ash-Shiddiqie, T.M. Hasbi, Prof. Dr., Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980).
Departemen Agama, Muqaddimah Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Semarang : CV. Dharma Pala, 1997/1998).
Muhibbin Noor, Dr. MA. H., Kritik Keshahihan Hadis Imam Al-Bukhari Telaah Kritis Atas Kitab al-Jami’ Al-Shahih, (Yogyakarta : Waqtu INSPEAL GROUP, 2003).

Suryadilaga, M. Alfatih (editor), Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta : Teras, 2003). Kata Pengantar oleh Dr. M. Abdurrahman, MA.
Yuslem, Nawir, Dr. MA., Ulumul Hadis, (Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya, 2003)

Senin, 22 Agustus 2016

IBNU SINA (AVVICENNA)



IBNU SINA (AVVICENNA)


Ia lahir bulan Agustus 980 M atau bulan syafar 370 H di Ifsyina, suatu negri kecil dekat Charmitan, Bukhara. orang tuanya adalah pejabaat tinggi pada masa Dinati Saman. Ibnu Sina dibesarkan di Bukhara. Pada usia sepuluh tahun ia sudah mempelajari ilmu agama islam dan berhasil menghafal  Al-Qur’an. Dari Abu Abdillah Natili , Ibnu Sina belajar ilmu logika melalui buku Isagoge dan Porphry, Eulic dan Al-Magest Ptolemus. Setelah itu ia mendalami metafisika Plato dan Aristoteles.
Ibnu Sina mempelajari ilumu kedokteran pada Isa bin Yahya, ilmuwan Kristen.diusia 17 tahun, Ibnu Sina telah dikenal sebagai Dokter.ia pernah mengobati pangeran Nuh Ibnu Mansur sehingga pulih kembalai kesehatanya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat akses  untuk mengunjungi perpustakaan istana terlengkap, yaitu Kutub Khana.
Dalam dunia kedokteran, Ibnu Sina adalah ilmuwan muslim pertama yang menemukan peredaran darah manusia. Teorinya disempurnakan oleh William Harvey enam ratus tahun kemudian. Ia juga yang perta makali mengatakan bahwa selama dalam kandungan, bayi mengambil makanannya lewat tali pusar. Ia pula yang mengawali praktek bedah dan penjahitanya. Selain itu, ia juga dikenal sebagai dokter ahli jiwa yang kini disebut psikoterapi.
Ibnu Sina adalah ilmuwan yang rajin menulis. Karyanya berupa buku mencapai200 judul, yang meliputi bidang filsafat, kedokteran, geometri, astronomi, teologi, filologi, dan kesenian. Karya terbesarnya berjudul Al-Qonun fi at-Tibb. Buku ini merupakan kumpulan pemikiran Yunani-Arab tentang kedokteran. Karya Ibnu Sina terseut menjadi rujukan bagi para mahasiswa kedokteran dari abad  ke-12 sampai abad ke 17 M. isinya meliputi penjelasan mediastinum dengan peleriusi (pembengkakan pada paru-paru) mengenai kemungkinan penularan penyakit phthisis (penyakit saluran pernafasan, terutama asma dan TBC) melaui pernafasan ; dan penyebaran berbagai penyakit melalui air dan debu. Ibnu Sina juga memberikan diagnosa ilmiah tentang penyakit ancyllostomisis (infeksi usus kecil akibat cacing) dan menyebutkan cacing pita sebagai penyebabnya . secara keseluruhan terdapat 170 jenis obat-obatan disebutkan dalam buku tersebut.
Referensi : Kemenag. 2015, sejarah kebudayaan islam. Jakarta ; kementrian agama.

Minggu, 21 Agustus 2016

Jenis Kesulitan Belajar

Jenis Kesulitan Belajar
            Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut: Dilihat dari jenis kesulitan belajar: ada yang berat ada yang sedang. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari: ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan ada yang keseluruhan bidang studi. Dilihat dari sifat kesulitannya: ada yang sifatnya permanen / menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara. Dilihat dari segi factor penyebabnya: ada yang Karena factor intelligensi, dan ada yang karena factor bukan intelligensi.Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
            Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities.
1.    Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.    Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai dengan baik.
3.    Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau rendah.
4.    Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.    Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya. [1]




[1] Purwanto,Ngalim.Op.cit.,hal.58