Senin, 01 Mei 2017

Nasehat super tentang menjalani karier dari dari bos microsoft


(01,05,2017 . 10.00 wib) _  jakartaSejak menduduki posisi Chief Executive Officer (CEO) Microsoft, Satya Nadella telah mengkombinasikan kepemimpinan yang efektif dan bisnis yang brilian di perusahaan teknologi.
Dalam sebuah wawancara dengan Business Insider, Nadella menuturkan, salah satu buku telah menjadi inspirasinya yaitu penulis buku Mindset yang ditulis psikolog Carol Dweck. Dari buku itu ia ingin mencoba bangun sesuatu di Microsoft.
"Saya membacanya bukan dalam konteks budaya bisnis atau pekerjaan tapi dalam konteks pendidikan anak-anak saya. Penulis menggambarkan metafora sederhana anak-anak di sekolah. Salah satunya mengetahui semua, dan satunya semua itu belajar. Selalu belajar akan lebih baik dari pada yang lain. Bahkan jika anak-anak memulai dengan tahu semuanya dengan kemampuan yang jauh lebih banyak," tutur Nadella seperti dikutip dari laman Inc, Senin (1/5/2017).
"Kembali ke bisnis. Jika itu berlaku untuk anak laki-laki dan perempuan di sekolah, saya pikir ini juga berlaku bagi CEO seperti saya, dan seluruh organisasi seperti Microsoft," tambah dia.
Founder Insight Justin Bariso pun meringkas strategi itu dalam satu kalimat. "Jangan menjadi orang yang tahu segalanya. Jadilah pembelajar".
Ia menilai, itu salah satu nasihat yang bagus. Kolega Bariso, Mandy Antoniacci pernah sampaikan ketika Anda menyebut diri sebagai "ahli" di bidang apapun, menganggap posisi Anda telah mencapai potensi maksimal Anda. Ini menyiratkan Anda telah mencapai puncak yang mendebarkan dalam karier Anda. Secara tak langsung telah memadamkan rasa ingin tahu mengenai pengetahuan.
Bariso menuturkan, coba alihkan fokus Anda. Alih-alih membatasi diri Anda atau menjadi terlalu peduli dengan pandangan orang lain, maka perhatian utama Anda adalah pertumbuhan. Kesalahan bukan lagi "kegagalan". Sebaliknya itu kesempatan belajar.
Ia menuturkan, hal itu dapat mempengaruhi pendekatan seseorang terhadap pekerjaan dan kehidupan. Perhatikan bagaimana Nadella menerapkan pola pikir ini di Microsoft.
"Beberapa orang bisa menyebutnya eksperimen cepat. Namun, yang lebih penting kami menyebutnya pengujian hipotesis. Alih-alih mengatakan saya punya ide, bagaimana jika Anda mengatakan saya punya hipotesis baru," ujar dia.
"Ayo kami uji, dan lihat apakah itu benar. Tanyakan seberapa cepat bisa memvalidasinya. Jika itu tidak sah, lanjutkan ke langkah berikutnya," tambah dia.
Ia menuturkan,kesuksesan melalui serangkaian kegagalan dan pengujian hipotesis. Jadi, perlu diingat jangan menjadi tahu itu semua. Jadilah orang yang belajar itu semua.

Dikutip dari Satya Nadella (nbcnews.com)



Jumat, 14 April 2017

Beberapa Puasa sunah dalam islam

MACAM MACAM Puasa sunah dalam islam
Jika ditinjau dari hukumnya, puasa dalam ajaran islam diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu puasa wajib, puasa sunnah, puasa makruh, serta puasa haram. Nah kali ini kita akan membahas tentang puasa sunnah, khususnya tentang macam-macam puasa sunnah.
Puasa Sunnah adalah menahan diri dari kegiatan makan dan minum, serta segala hal yang membatalkannya mulai dari terbit fajar hingga terbenanmya matahari, dimana bagi yang melaksanakannya akan mendapatkan pahala, dan bagi yang tidak melaksanakannya atau meninggalkannya tidak akan mendapatkan dosa.
Dalam ajaran agama islam terdapat beberapa jenis puasa sunnah, yaitu:
1.    Puasa Arafah
Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dikerjakan pada hari kesembilan bulan Dzulhijjah bagi mereka yang tidak melaksanakan ibadah haji. Dalam sebuah hadist Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalah telah bersabda yang artinya:
“Tiada amal yang soleh yang dilakukan pada hari-hari lain yang lebih disukai daripada hari-hari ini (sepuluh hari pertama dalam bln Dzulhijjah).” (Hadist Riwayat al-Bukhari).
Dan dalam Taudhih Al-Ahkam, Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassam berkata:
Puasa hari arafah adalah puasa sunnah yang paling utama berdasarkan ijma’ para ulama.”
Jika Puasa Arafah disunnahkan bagi mereka yang sedang tidak melaksanakan ibadah haji, lalu bagaimana dengan mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji di tanah suci?
Al-Imam As-Syafie’i telah berpendapat bahwa bagi mereka yang pada saat itu sedang melaksanakan ibadah haji di Arafah akan lebih baik apabila mereka tidak melakukan puasa di hari itu, dengan tujuan agar mereka kuat dalam berdo’a dan menjalankan ibadah haji di sana. Imam Ahmad RadiAllahuanhu pun mengatakan bahwa “Jika ia sanggup berpuasa maka boleh berpuasa, tetapi jika tidak hendaklah ia berbuka, sbb hari ‘Arafah memerlukan kekuatan (tenaga).”
2.    Puasa di Sembilan Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Di sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah, umat muslim dianjurkan untuk memperbanyak amalan seperti berdzikir, istigfar, berdo’a, bersedekah, serta yang paling ditekankan adalah melakukan puasa
Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda, yang artinya:
Tiada sebarang hari pun yang lebih disukai Allah dimana seorang hamba beribadat di dalam hari-hari itu daripada ibadat yang dilakukannya di dalam 10 hari Zulhijah. Puasa sehari di dalam hari itu menyamai puasa setahun dan qiamulail (menghidupkan malam) di dalam hari itu seumpama qiamulail setahun.
Dalam Hadist yang diriwatkan oleh Hunaidah bin Khalid, dari isterinya, dari beberapa istri Nabi SAW:
Sesungguhnya Rasulullah SAW melakukan puasa sembilan hari di awal bulan Zulhijjah, di Hari Asyura dan tiga hari di setiap bulan iaitu hari Isnin yang pertama dan dua hari Khamis yang berikutnya.” (Hadith Riwayat Imam Ahmad dan an-Nasa’ie).
3.    puasa tasu’a
Puasa Tasu’a adalah puasa sunnah yang dikerjakan pada tanggal 9 Muharam. Puasa ini dilakukan untuk mengiringi puasa yang dilakukan pada keesokan harinya yaitu di tanggal 10 Muharram. Kenapa harus begitu? Karena dihari yang sama yaitu tanggal 10 Muharram orang-orang Yahudi juga melakukan puasa.
Jadi melakukan puasa ditanggal 9 Muharram untuk mengiringi puasa keesokan harinya akan dapat membedakan dengan puasa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ketika Rasulullah Sshallallahu ‘Alaihi Wa sallam sedang melaksanakan puasa Asyura, dan beliau memerintahkan para sahabat untuk melakukan puasa di hari itu juga, ada beberapa sahabat yang berkata yang artinya:
Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanggal 10 Muharram itu, hari yang diagungkan orang Yahudi dan Nasrani.” Lalu Rasulullah menjawab yang artinya “Jika datang tahun depan, insyaaAllah kita akan puasa tanggal 9 (Muharram)”.”Ibnu Abbas melanjutkan, “Namun belum sampai menjumpai Muharam tahun depan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat.” (HR. Muslim 1916).
4.    Puasa Asyura (10 Muharram)
Ini adalah puasa sunnah yang dilakukan pada keesokan hari setelah melakukan puasa sunnah Tasu’a. Imam As-Syafii dan pengikut madzhabnya, imam Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, dan ulama lainnya mengatakan bahwa dianjurkan menjalankan puasa di hari kesembilan dan kesepuluh bulan Muharram secara berurutan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam- Bersabda yang artinya:
Seutama-utama puasa setelah Ramadlan ialah puasa di bulan Muharram, dan seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu, ialah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163)
5.    Puasa Syawal
Puasa syawal merupakan puasa sunnah yang dilaksanakan pada enam hari di bulan syawal yang merupakan sunnah Nabi Muhammad Sholallahu alaihi Wassalam. Adapun untuk pelaksanaannya bisa dilakukan secara berurutan maupun secara terpisah.
Akan tetapi menurut fatawa Ibni Utsaimin dalam kitab “Ad-Da’wah“, 1:52–53 menyatakan bahwa “Boleh melaksanakan puasa sunnah secara berurutan atau terpisah-pisah. Namun, mengerjakannya dengan berurutan, itu lebih utama karena menunjukkan sikap bersegera dalam melaksanakan kebaikan, dan tidak menunda-nunda amal yang bisa menyebabkan tidak jadi beramal.”
Keutamaan menjalankan puasa sunnah di enam hari pada bulan syawal adalah sesuai dengan hadist nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam yang artinya:
Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.” (HR. Ahmad dan Muslim).
6.    Puasa Senin – Kamis
Puasa senin kamis merupakan puasa sunnah yang paling sering dikerjakan oleh Rasulullah sholallahu Alaihi Wassalam. Dari Abu Harrairah Radiallahu Anhu pernah berkata:
Bahwasanya Rasulullah SAW adalah orang yang paling banyak berpuasa pada hari Senin dan Kamis.” Dan ketika Rasulullah ditanya tentang alasnnya, Beliau bersabda “Sesungguhnya segala amal perbuatan dipersembahkan pada hari Senin dan Kamis, maka Allah akan mengampuni dosa setiap orang muslim atau setiap orang mukmin, kecuali dua orang yang bermusuhan.” Maka Allah pun berfirman “Tangguhkan keduanya.” (HR. Ahmad)
7.    Puasa Daud
Puasa daud adalah puasa sunnah yang dilakukan secara selang-seling, yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka (tidak berpuasa). Dari Abdullah bin Amru radhialahu ‘anhu, Rasulullah holallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda:
Maka berpuasalah engkau sehari dan berbuka sehari, inilah (yang dinamakan) puasa Daud ‘alaihissalam dan ini adalah puasa yang paling afdhal. Lalu aku berkata, sesungguhnya aku mampu untuk puasa lebih dari itu, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada puasa yang lebih afdhal dari itu. ” (HR. Bukhari No : 1840)
8.    Puasa Sya’ban
Jenis puasa sunnah yang dianjurkan Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam yang lainnya adalah puasa di bulan Sya’ban. Dari Saidatina aisyah Radiallahu Anhu beliau berkata:
Adalah Rasulullah saw  berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
9.    Puasa 3 Hari pada Pertengahan Bulan
Puasa ini dikenal dengan sebutan puasa Ayyamul Bidh, dimana pelaksanaanya adalah di 3 hari setiap pertengahan bulan, yaitu tanggal 13,14, dan 15. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasai, dan at-Tirmidzi, Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda:
Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah.”
Abu Hurrairah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
Kekasihku yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati yaitu berpuasa tiga hari setiap bulannya, mengerjakan shalat Dhuha, dan mengerjakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari no. 1178)
10. Puasa di Bulan-bulan Haram (Asyhurul Hurum)
Ini merupakan puasa sunnah yang dilakukan di bulan-bulan haram, yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharrom, dan Rojab. Mengapa demikian? karena bulan bulan tersebut dimaksudkan untuk melepas sesuatu yang haram (meninggalkan sesuatu perbuatan yang haram) dan mengamalkan puasa dan ibadah-ibadah lain pada bulan-bulan tersebut.
Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda:
Setahun ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga darinya berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab”. (HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad)

11. Puasa bagi Pemuda yang Belum Menikah
Ini merupakan puasa sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan oleh setiap pemuda yang belum menikah sebagai pengingat diri, terutama bagi pemuda yang memiliki syahwat tinggi. Puasa ini bisa dilakukan kapan saja kecuali pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa.
 Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah segera menikah, karena menikah akan lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah shaum karena shaum akan menjadi perisai baginya.” ( HR. Bukhari dan Muslim)

Alhamdulillah, semoga tulisan ini membawa banyak manfaat untuk kita, amiiin. Jangan lua share ya, karna berbagi itu indah.
Kalau temen temen ada ymenemukan kekurangan dalam artikel diatas, mohon di cantumkan dalam kolom komet dibawah, wassalamualaikum










Rabu, 12 April 2017

macam-macam Puasa wajib dalam islam

Puasa adalah salah satu rukun islam, yaitu rukun islam yang ketiga. Ada beberapa hukum puasa, yaitu wajib, sunnah, makruh dan haram. Namun dalam artikel kali ini kita akan membahas tentang puasa yang diwajibkan.
Puasa wajib ada emat, yaitu :
1.    Puasa Ramadhan 
yaitu puasa yang dilaksanakan selama bualn Ramadhan. "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa , (Yaitu) beberapa hari tertentu. " (QS. AL-Baqoroh : 183-184).
2.    Puasa Qodho 
yaitu puasa yang wajib dikerjakan untuk mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkannya karena udzur, sakit, atau berpergian sebanyak hari yang ditinggalkannya. "(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. AL-Baqoroh : 184)
3.    Puasa kafarot 
yaitu puasa yang dilakukan untuk menebus dosa akibat melakukan :
a.    pembunuhan.
 "Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. " (QS. An-Nisa' : 92)
b.    melanggar sumpah
 "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)." (QS. Al-Maidah : 89)
4.    Puasa Nadzar 

yaitu puasa yang wajib dilakukan oleh orang yang bernadzar puasa sebanyak hari yang dinadzarkan. Nabi Muhammad Rusulullah saw bersabda :"Apabila seseorang bernadzar menjalankan puasa, maka nadzar itu harus dipenuhinya " (HR Bukhori
http://contohdakwahislam.blogspot.co.id/2013/07/macam-macam-puasa-wajib.html

Rabu, 23 November 2016

PENGERTIAN TEKNIK ANALISIS TAFSIR QURAN

PENGERTIAN TEKNIK ANALISIS TAFSIR
oleh : Ahmad Muslim
Sebelum memebahas teknik analisis tafsir yang dapat diterapkan dalam penelitian tafsir (baca: menafsirkan al-Qur’an), terlebih dahulu kita akan membahas tentang apa yang dimaksud dengan teknik analisis tafsir, dengan maksud menghindari  kesalah fahaman dalam memberikan batasan pengertian.
Istilah teknik, disamping istilah yang lain sering kali disinonimkan dengan istilah metode. Jadi, teknik sama dengan metode, begitu pula sebaliknya. Agar metode dapat bermanfaat haruslah digunakan dalam pelaksanaan yang konkret. Unutk itu metode sebagai cara kerja haruslah dijabarkan sesuai dengan alat beserta sifat alat yan gdimaksud. Sedangkan tahapan atqau urutan penggunaan metode disebut prosedur.
Analisis ialah cara pemeriksaan terhadap sesuatu dengan mengemukakan semua unsur dasar dan hubungan dengan unsur yang berkaitan. Dengan demikian, hal yang diperiksa dapat diketahui susunannya. Analisis ini merupakan cara yang umum dalam pemikiran manusia dan terutama sekali dalam ilmu pengetahuan. Lebih lanjut dapat dikatakan, analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagianyadan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Sebagai contoh, analisis data merupakan penelaahan dan penguraian atas data hingga menghasilkan kesimpulan.
Sedangkan istilah tafsir, sebagaiman dikemukakn Abdul Mu’in Salim, berasal dari kata tafsir yang berbentuk masdar yang berarti menguraikan apa-apa yang dikandung al-Qur’an, baik berupa makna-makna, rahasia-rahasia, dan hukum-hukum. Jadi, tafsir disini dipandang sebagai kegiatan ilmiah (dalam arti sebagai metode) yang berfungsi untuk memahami dan menjelaskan al-Qur’an, bukan tafsir al-Qur’an sebagai produk dan bukan pula ilmu-ilmu al-Qur’an.

Bertitik tolak dari pengertian diatas, dapatlah dikatakan bahwa yang dimaksud dengan teknik analisis tafsir adalah suatu cara memahami kandungan al-Qur’an dengan menelaah dan menguraikan ayat-ayat al-Qur’an hingga dapat diperoleh suatu pemahaman dan kesimpulan. 

REFERENSI :
Salim Mu’in, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2010

Selasa, 22 November 2016

KAIDAH-KAIDAH TAFSIR QUR'AN

KAIDAH-KAIDAH TAFSIR
Melihat betapa urgennya dan sentralnya sebuah penafsi ran atas kitab suci maka penafsiran atasnya harus dilakukan secara hati-hati dan penuh kesungguhan, yaitu dengan tetap berpegang pada  “kaidah-kaidah tafsir” atau pedoman-pedoman serta prinsip-prinsip dasar yang diperlukan bagi sebuah penafsiran. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran al-Qur’an.
Namun sebelumnya alangkah baiknya kita ketahui apa itu kaidah-kaidah tafsir? Kaidah tafsir, dalam bahasa arab dikenal dengan istilah Qawa’id al-tafsir  yang terdiri dari dua kata, qowaid dan al-tafsir. Kata qowa’id merupakan bentuk jamak dari kata qo’idatun, yang memiliki arti undang –undang, peraturan dan asas. Secara istilah didefinikan sebagai undang-undang , sumber, dasar, yang digunakan secara umum yang mencakup semua yang partikular.  Dalam al-Qur’an kata qowa’id dapat ditemukan dalam Q.S al-Baqarah (2) : 127 dan al-Furqon (25) : 33.
Adapun kata at-tafsir secara bahasa berasal dari kata fassara, Adapun kata at-tafsir secara bahasa berasal dari kata fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti mengungkapkan atau menampakkan. Sedangkan menurut pembahasan para ulama terdapat beberapa perbedaan sebagaimana yang diungkapkan oleh az-Zarkayi dan al-Zarqoni. Pada dasarnya perbedaan tersebut terdapat pada perbedaan sudut pandang dimana az-Zarkasy  menitik beratkan tafsir sebagai ilmu alat, sedangkan az-Zarqoni lebih menekankan keberadaanya sebagai ilmu pengetahuan terhadap petunjuk-petunjuk al-Qur’an. Demikian yang terjadi dikalangan mufassir (ahli-ahli tafsir), misalnya sebagaiman ungkapan Muhammad Abduh dan ‘Abd Al-Azhim Ma’ani dan Ahmad al-Gandur.
Dari pengertian yang diberikan tampak bahwa ada kesamaan dalam hal tujuan tafsir namun berbeda mengenai hakiatnya. Abd. Mu’in Salim memberikan solusi dengan mengkompromikannya dengan melihat tafsir  sebagai term yang menyangkut ketiga hal tersebut yaitu sebagai kegiatan ilumiah, sebagai alat dan sebagai hasil.
Berdasarkan penjelasan diatas , dapat dikatakan bahwa Qowa’idul Tafsir adalah pedoman-pedoman yang disusun ulama’ dengan kajian yang mendalam guna mendapatkan hasil yang maksimal dalam memahami makna-makna al-Qur’an, hukum-hukum dan petunjuk yang terkandung didalamnya.
Ada beberapa kaidah-kaidah tafsir, sebagai berikut :
1.    Kaidah Qur’aniyah
Kaidah Qur’aniyah adalah penafsiran Al-Qur’an yang diambil oleh ulumul quran dari al-Quran. Hal ini didasarkan atas pernyataan al-Qur’an bahwa pada dasarnya yang mengetahui makna al-Qur’an secara tepat hanyalah Allah, dan berdasarkan petunjuk al-Quran : “Tsumma inna ‘alaina bayanuhu “. Menurut Ibnu Katsir, model penafsiran inilah yang terbaik. Pendapat Ibnu Katsir ini bisa dinilai sebagai pendapat yang argumentatif, dimana antara stu ayat dengan ayat lainya saling berhubungan. Sehingga dapat berfungsi sebagai tafsir bi al-mat’sur.
2.    Kaidah Sunnah
Berdasarkan penjelasan yang ada dalam al-Qur’an 16:44 dan 64, Nabi Muhammad sebagai rosul yang datang untuk menjelaskan ayat-ayat yang diturunkan Tuhan. Dengan demikian maka Rasul merupakan sumber penjelas tentang makna-makna al-Qur’an. Beliau tidak menafsirkan menurut akal fikiran tetapi menurut wahyu Ilahi. Dalam hal ini, Abd. Muin Salim menyatakan bahwa pada zaman Rasul ada dua sumber penafsiran yaitu penafsiran yang bersumber pada wahyu Al-Qur’an dan penafsiran yang diturunkan kepada Rasul lewat Jibril tetapi bukan ayat al-Qur’an dan kemudian dikenal dengan Aa-Sunah.
3.    Kaidah Bahasa
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab. Tidak ada jalan lain bagi umat islam untuk memahaminya kecuali diperlukan adanya penguasaan terhadap bahasa arab.  (penjelasanya masih kurang)
4.    Kaidah Ushul Fiqih
Dalam penafsiran adakalanya menggunakan kaidah Ushul Fiqih untuk menemukan penafsiran yang tepat, adapun beberapa kaidah Ushul Fiqih adalah sebagai berikut:


a.    Kaidah yang berkaitan dengan al-amr wa al-nahy :
Al-amr adalah adalah tuntutan untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan dari pihak yang lebih tinggi derajatnya kepada pihak  yang lebih rendah. Sedangkan al-nahy merupakan kebalikan dari al-amr.
Apabila Allah SWT  memerintahkan sesuatu berarti melarang untuk melakukan sebaliknya. Apabila Dia melarang sesuatu berarti memerintahkanmelakukan sebaliknya. Apabila Dia memuji terhadap diri-NYA atau kekasih-Nya dengan meniadakan kekurangan sedikitpun berarti menetapkan kesempurnaan. Contoh : Allah memerintahkan berbuat adil berarti Dia melarang berbuat zholim.
b.    Kaidah Ushul Fiqih lainya dalah al-am dan khas, mujmal dan mubayyan, manthuq dan mafhum, muthlaq dan muqoyad, hakikat dan mazas, dan lain-lain.
5.    Kaidah Ilmu Pengetahuan
Disamping kaidah-kaidah diatas, seorang mufassir mesti memiliki ilmu pengetahuan lainya, seperti ilmu sosial, kedokteran dan lain sebagainya. Hal ini didasarkan pada perinsip al-Qur’an untuk diturunkan sebagai Rahmatal lil Alamin. Dengan demikian maka al-qur’an akansenantiasa sesuai dengan zaman dan tempat.
Contoh : “Kolakol insana min ‘Alaq “ , ayat tersebut mengungkapkan penciptaan manusia. Para ulama berpendapat bahwa mengenai kejadian manusia dari kata ‘Alaq yaitu berarti darah beku atau segumpal darah yang merupakan kejadian janin pada hari pertama kejadiannya.
Hal tersebut dapat ditafsirkan dengan mempertimbangkan kaidah ilmu kedokteran.
REFERENSI :
Salim Mu’in, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2010


Demikian ulasan singkat tentang Kaidah-Kaidah Tafsir, adapun penjelasan mendalamnya dibahas dalam artikel lainya. Semoga bermanfaat dan juga penuh berkah, amiiin.
Boleh LIKE atau SHARE, karna menanam satu kebaikan akan menuai 700 kebaikan bahkan lebih lho, mudah kan.

Selamat belajar...

Senin, 21 November 2016

PENDEKATAN KAJIAN TAFSIR QUR'AN

PENDEKATAN KAJIAN TAFSIR
oleh : Ahmad Muslim

Dalam rangka menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup  diperlukan pemahaman yang benar, sedang unutk memahami al-Quran dengan benar tidaklah mudah. Untuk itu diperlukan penafsiran. Dan unutk memperoleh penafsiran yang benar tidak cukup hanya menguasai bahasa arab dengan baik, melainkan perlu pula pengetahuan yang komprehensif tentang kaidah-kaidah yang berhubungan dengan ilmu tafsir disamping syarat-sayarat yang harus dipenuhi sebagai orang ingin memahami al-Qur’an dengan benar.
Disamping itu perlu penguasaan metode tafsir. Sebab tanpa menguasai metode tafsir, sulit dibayangkan suatu penafsiran terbebas dari kekeliruan.
Berangkat dari pemaparan diatas, berikut ini akan diuraikan beberapa pendekat dalam upaya mengkaji dan memahami al-Quran.
Yang dimaksud dengan metode pendekatan adalah pola fikir yang digunakan untuk membahas suatu masallah. Sedangkan pendekatan yang dipergunakan dapat dibedakan dari beberap cabang, sebagai berikut:
1.    Pendekatan objektif dan subjektif
a.    Pendekat Objektif
Pendekatan objektif adalah pendekatan empiris yang bertumpu pada kepentingan ilmiah semata. Dalam pendekatan ini dibicarakan kaitan ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam al-Qur’an dengan ilmu-ilmu pengetahuan moderen yang timbul pada masa sekarang. Sejauh mana paradigma-paradigma ilmiah itu memberikan dukungan dalam memahami ayat-ayat al-Quran dan penggalaian berbagai jenis ilmu pengetahuan, teori-teori baru dan hal-hal yang ditemukan setelah lewat masa turunya al-Quran, yaitu hukum-hukum alam, astronomi, teori-teori kimia dan penemuan-penemuan lainya yang dapat dikembangkan  melalui ilmu kedokteran, astronomi, fisika, zologi, botani, geografi, dan lain sebagainya. Didalam al-Quran terdapat lebih dari delapan ratus ayat-ayat kauniyah. Sebagaian diantaranya bercerita tentang langit, bumni, udara, hewa, tumbuh-tumbuhan, perbintangan dan industri.
b.    Pendekatan Subjek
Pendekatan Swubjektif adalah pendekatan yang terkait dengan kepentingan pribadi atau kelompok. Pendekatan tersebut tergantung pada warna budaya dan akidah ahli tafisirnya ; apakah praktisi politik ataukah praktisi sebuah mazhab yang banyak mempengaruhinya. Seperti pendekatan yang dilakukan oleh sufi dimana al-Quran dikaji dengan sudut pandang yang sesuai dengan teori-teori tasawuf dan mengabaikan aspek-aspek lain.
2.    Pendekatan Langsung dan Tidak Langsung
a.    Pendekatan Langsung
Pendekatan langsung adalah pendekatan yang menggunakan data primer. Data primer dalam kajian tafsir adalah al-Quran itu sendiri, hadits-dasits yang diriwayatkan Rasulullah Saw. Dan pendapat para sahabat.ada yang menambahkan pendapat tabi’in. Dengan demikian pendekatan dalam kajian tersebut adalah upaya unutk memahami al-Quran dengan pendekatan al-Quran itu sendiri, hadits, riwayat sahabat, serta pendapat tabi’in. Seperti ayat al-Quran yang mutlak ditafsirkan dengan ayat muqoyyad dan ayat yang mujmal ditafsirkan oleh ayat lain yang mufashol.
b.    Pendekatan Tidak Langsung
Pendekatan ini adalah menggunakan data skunder, yaitu uapaya yang ditempuh setelah melalui pendekatan primer. Dengan kata lain ia merupakan pengembangan dari pendekatan pertama, seperti pendapat-pendapat para ulama, riwayat kenyataan sejarah dimasa turunya al-Quran, pengertian bahasa dan lafaz al-Quran, kaedah lafaz bahasa, kaedah-kaedah istinbat serta teori-teori ilmu pengetahuan. Oleh karena data yang dikemukakan terdapat data historis seperti hadits, riwayat sahabat, serta kenyataan sejarah dimasa turunya al-quran, maka sebelum digunakan perlu proses pemeriksaan dengan kritik sejarah.
3.    Pendekatan Komprehensif dan Sektoral
a.    Pendekatan Komprehensif
Pendekatan Komprehensif adalah pendekatan yang membahas objek penelitian tidak dari satu atau beberapa aspek tertentu saja, tetapi secara menyeluruh. Dalam hal ini, kandungan ayat al-Quran  berusaha dijelaskan dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Quran sebagai yang tercantum didalam mushaf. Segala segi yang dianggap perlu diuraikan bermula dari arti kosa kata, asbab an-nuzul, munasabah al-ayat, dan sebagainya yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.
b.    Pendekatan Sektoral
Pendekatan Sektoral, adalah pendekatan yang membahas objek dengan memandangnya terlepas dari objek lainya. Pendekatan ini berusaha mengkaji al-Quran secara singkat dan global tanpa uraian panjang lebar. Arti dan maksud ayat dijelaskan dengan uraian singkat yang dapar dijelaskan artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Hal ini dilakukan terhadap ayat-ayat al-quran, ayat-demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutan dalam mushaf setelah dikemukakan arti-arti dalam kerangka uaraian yang mudah dengan bahsa dan cara yang dapt dipahami oleh orang yang berilmu dan awam.
4.    Pendekatan Disipliner, Multidisipliner dan Interdisipliner
a.    Pendekatan Disipliner
Pendekatan Disiplinermerupakan pendekatan yang menkaji objek dari swisi sebuah disiplin ilmu. Pendekatan Disipliner ini mengandung makna menggunakan konsep-konsep, asas-asas disiplin terkait untuk membahas masalah.
Berikut ini adalah macam-macam pendekatan disipliner :
1)    Pendekatan Syar’i
Pendekatan Syar’i berusaha mengkaji al-Quran dengan mengeluarkan hukum-hukum islam prosuk istinbat yang diyakini hukum-hukum syara’ tersebut terdapat didalam ayat-ayat dan surah-surah yang turun dimadinah dengan segala macamnya seperti shalat, zakat, puasa, haji, muamalah dan sebagainaya.
Dalam dimensi dejarah, hukum0hukum tersebut secara bertahab digali, hingga sampailah era perhatian terhadap produk-produk istinbat. Ketika mazhab-mazhab yang satu sama lain saling berbeda. Ketika mazhab-mazhab telah ada dikalangan umat islam terjadi banyak kasus hukum. Pada akhirnya hal itu diselesaikan berdasarkan al-Quran, as-Sunah, al-Qiyas, al-Istishan, maka keluarlah hukum-hukum islam produk istinbat yang diyakini benar. Hal yang demikian terlihat dalam corak penafsiran ayat-ayat yang berbeda-beda, karena pendekatan kajian yang digunakan juga berbeda.
2)    Pendekatan Sosio-Historis
Pendekatan Sosio-Historis menekankan pentingnya memehami kondisi-kondisi aktual ketika al-Quran diturunkan, dalam rangka menafsirkan pernyataan legaldan sosial-ekonominya. Atau dengan kata lain memehami al-Quran dalam konteks kesejahteraan dan harfiahnya, lalu memproyeksikannya kepada situasi masa kini kemudian membawa fenomena-fenomena sosial kedalam naungan tujuan-tujuan al-Quran.
Aplikasi pendekatan kesejahteraan ini menekankan pentingnya perbedaan antara tujuan atau “ideal moral” al-Quran dengan ketentuan legal spesifiknya. Ideoal moral yang dituju al-Quran adalah emansipasi budak. Sementara penerimaan al-Quran terhadap pranata tersebut secara legal, dikarenakan kemustahilan untuk menghasupan seketika.
Metode pendekatan yang ditawarkan  terakhir ini meski tergolong baru namun semua unsurnya adalah tardisional., materi-materi kesejahteraan-latar belakang sosio-historis al-Quran, prilaku Nabi dan khususnya asbab an nuzul ayat-ayat al-Quran yang sangat urgen dalam penerapan metode tersebut semua telah dilestarikan oleh penulis sejarah hidup Nabi, pengumpul hadits, para sejarawan, serta para mufasir.
3)    Pendekatan Filosofis
Pendekatan Filosofis adalah upaya memahami al-Quran dengan cara mengabungkan antara filsafat dan agama atas dasar pentakwilan teks-teks agama kepada makna-makna yang sesuai dengan filsafat. Dalam pendekatan ini ada semacam usaha-usaha untuk memaksakan pra-konsepsi ke dalam al-Quran atau penyelarasan tradisi filsafat Yunani-Hellenis dengan al-Quran.
4)    Pendekatan Linguistik
Pendekatan linguistik atau riwayat dan bahasa ini adalah suatu pendekatan yang cenderung mengandalkan periwayatan dan kebahasaan. Dalam pendekatan ini, ditemukan pentingnya bahasa dalam memehami al-Quran, memaparkan ketelitian redaksi ayat, ketika menyampaikan pesan-pesannya, mengikat penafsiranya dalam bingaki teks ayat-ayat sehingga membatasi terjerumus dalam subjektifitas berlebihan. Pendekatan ini berupaya menguraikan sebuah susunan kalimat dalam suatu ayat dengan memakai kalaimat-kalimat dan huruf-huruf yang ada di dalam ayat tersebut tanpa memakai kaliamat dan huruf yang lain.
b.    Pendekatan Multidisipliner
Pendekatan ini berupaya membahas dan mengkaji objek dari beberapa disiplin ilmu, artinya ada upaya untuk menafsirkan ayat al-Quran atau semua objek dengan mengaitkan disiplin-disiplin ilmu yahn gberbeda.
c.    Pendekatan Interdisipliner
Pendekatan Interdisipliner adalah suatu pendekatan yang membahas dan meneliti objek harus menggunakan beberapa disiplin ilmu.

REFERENSI :
Salim Mu’in, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2010